Selasa, 09 Desember 2014

Jejak majapahit di sumba

Dalam Pupuh ke XIV Negarakertagama oleh Mpuh Prapanca (1365) disebutkan bahwa LIYA Wangi-Wangi adalah daerah Kuni termasuk wilayah Kerajaan Majapahit, ‘’….Ingkang sakasanusa Makasar Butung (Buton) Banggawai, Kuni Gga-LIYA-o mwang i(ng) Salaya (Selayar island) Sumba Solot Muar muwah tikang i Wandan (Bandaneira) Ambwan (Ambon) athawa Maloko (Maluku) Ewaning (Wanin/West Papua) ri Sran (Seram) in Timur (Timor) makadi ning angeka nusatutur

Dalam Pupuh ke XIV Negarakertagama oleh Mpuh Prapanca (1365) jelas menuliskan bahwa wilayah sumba merupakan daerah kekuasaan kerajaan majapahit. Namun tidak adanya bukti penunjang tertulis lainnya yang menuliskan tentang jejak kerajaan majapahit dan maha pati gajah mada di sumba. Ada beberapa deretan nama di Sumba yang mirip atau sama dengan nama-nama jawa zaman Majapahit. Nama orang, gelar, nama benda, bentuk rumah, alat senjata, alat kerawitan dan beberapa upacara ritus. Jejak Majapahit dengan Mahapati Gajah Mada di Sumba hanya samar-samar dikisahkan dari mulut ke mulut dan beberapa cerita rakyat.

Beberapa jejak majapahit di Sumba, yaitu : 
1. Ditemukan pohon Maja (Sumba: bila) dalam jumlah besar hampir diseluruh pesisir Sumba, lalu dituturkan, bahwa pohon tersebut ditanam oleh Gajah Mada ketika pertama kali mendarat di pulau Sumba. 
2. Dari cerita rakyat dapat dipastikan bahwa dulu Sumba selalu disinggahi perahu/kapal pedagang. Bahwa orang Sumba juga diajak untuk berlayar. Diceritakan mereka menyinggahi pelabuhan tujuh kali. Barangkali itulah Sabu, Timor, Flores, Sumbawa, Lombok, Bali dan Jawa. Pada abad ke-16 dikisahkan ada kapal-kapal yang membawa emas dari kepulauan Kuria-Muria dan menukarnya dengan kuda Sandlewood, sehingga sebelum pendudukan Jepang ada bangsawan Sumba yang memiliki emas sampai 100 kg. 
3. Adanya dua tokoh yakni, Umbu Ndilu dan Umbu Mada (Sumba Timur), atau Rato Ndelo dan Rato Mada (Sumba Barat) dalam cerita rakyat Sumba. Rato dan Umbu merupakan gelar bangsawan. Bandingkan ratu dengan empu di Jawa. Kedua tokoh yang merupakan kakak beradik ini (dalam cerita Sumba) selalu muncul dalam sikap perkasa. Gagah, berani, berwibawa, lagi cakap. Begitu kentalnya nama kedua orang ini hingga diabadikan dalam nama-nama orang Sumba bahkan hingga saat ini. Banyak orang Sumba yang memakai nama Ndilu Hamaratu, Mada Lughu, Palonda Mada. 
4. Suku Kodi di Sumba Barat Daya mengabadikan salah satu tokoh dalam marga besar yang disebut Walla Mada (turunan Mada). 
5. Rato Ndelo dan Rato Mada Dalam bahasa suku Kodi, kedua tokoh itu selalu disanjung dalam ungkapan, ”Ndelo ana Rato, Mada Pera Konda” yang bermakna Ndelo Putra Bangsawaan, Mada Nahkoda Agung. 
6. Suku Kodi, merayakan pesta Nale yang ditandai dengan pasola/paholang (perang-perangan) mengingatkan kita pada pasawoan di Jawa. Disini juga ada keraguan jika Nale disamakan dengan Nala, meskipun Nale berasal dari laut yang ditandai dengan datangnya cacing Wawo. Karena Nale ini dianggap Dewi Padi (Biri Koni) yang dapat disamakan dengan Dewi Sri di Jawa. 
7. Di kecamatan Tabundung Sumba Timur ditemukan nama Majapahit dan Hayam Wuruk yang menurut lafal sana diucapkan sebagai Manjapalit dan Mehanguruk. Keduanya nama orang, karena menurut cerita rakyat Tabundung justru nenek moyang mereka yang lebih dekat dengan Patih Gajah Mada (apalagi letak daerah mereka dipinggir pesisir yang banyak pohon Maja). 
8. Nama orang Sumba sama dengan nama-nama zaman Majapahit, yaitu : 
a) Rangga Wuni dan Rangga Lawe (kodi) 
b) Raga (Loli) 
c) Pati, Maha Pati (Kodi), 
d) Pati (Loli), 
e) Sore (nama zaman Majapahit), f) Hore/Hora, 
g) Siwa Bala, 
h) Langga (Erlangga), 
i) Ndara Moro (Dara Jingga).

9. Kata dalam bahasa Jawa yang di gunakan dalam nama-nama suku di sumba : 
a) Kodi : Pati Jawa, Muda Dawa, Rehi Jawa, Tari Jawa, Biri Jawa. 
b) Sumba timur : Nggaja, Nggading/Nggeding , 
c) Laura : Gaja, Mada.

10. kebudayaan Jawa yang sama dengan kebudayaan sumba seperti bentuk tombak, gong (gamelan), rumah joglo dengan soko gurunya, yaigho/zaizo (Jawa: Wayang). 
11. Beberapa kata dalam bahasa Sumba yang sama dengan bahasa Jawa. 
a) halaku/laku dengan mlaku (pergi), 
b) manduru/mahuru/dura dengan turu (tidur), 
c) walu-wolu (delapan), 
d) ughi-uwi (ubi), 
e) kurang-urang (udang), 
f) pira-piro (berapa), 
g) manat-manut (ikut), 
h) rennge-rongu/rungu (dengar), 
i) langgi/langga-legi (manis), 
j) wula/wulang-wulan (bulan), 
k) ahu-asu (anjing), 
l) pena/peina-piye (bagaimana), 
m) kalambe/kalembi-klambi (baju), 
n) umah-omah (rumah), 
o) tallu/tollu-tollu (tiga), 
p) patu/pata-papat (empat), 
q) malara-lara (sakit).

Dari uraian di atas ada kemungkinan nama Mada dan Nggaja ada kaitannya dengan Gajah Mada, Nola dengan Nala, sedangkan Ndelo/Ndilu mungkin juga ada kaitannya dengan Nala. Manjapalit dan Mahanguruk adalah nama Majapahit dan Hayam Wuruk prabu Majapahit yang memerintah pada tahun 1350-1389 dengan nama Rajasanagara. 
Keberadaan majapahit dan mahapatih gaja mana di sumba masi memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan memerlukan bukti otentik lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar